Translate

English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Minggu, 29 Agustus 2010

TEROR GAS ELPIJI DI MASYARAKAT

Ledakan gas elpiji, terus saja meneror rumah-rumah kita. Bukan saja korban fisik tetapi juga korban jiwa tidak kira orang tua namun juga anak-anak. Seperti halnya Rabu kemarin, sekitar pukul 07.15 WIB, tabung gas di Rumah Makan milik M Isa, Desa Keude Punteut, Beunot, Kecamatan Blang Mangat, Kota Lhokseumawe meledak. Seorang pekerja di rumah makan tersebut, Martunis, 22, menjadi korban. Martunis dilaporkan melangalami luka bakar di sekujur tubuhnya dan dilarikan ke Rumah Sakit Umum (RSUD) Cut Mutia, Buket Rata, Lhokseumawe.


Masih untung, ledakan itu tak sampai menghanguskan bangunan karena cepatnya antisipasi masyarakat dan pekerja memadamkan semburan api ke berbagai penjuru. Di Cilacap, ledakan juga terjadi. Seorang penjual jamu, Sri, 24, tubuhnya melepuh dan rumahnya terbakar akibat ledakan rumahnya. Teror ledakan gas elpiji juga akan menghancurkan generasi.

Berdasarkan data Komisi Perlindungan Anak Indonesia, akibat ledakan elpiji, sepuluh anak terluka parah. Tren korban ledakan elpiji sejak digulirkan program konversi dari minyak tanah ke gas (2008) terus saja meningkat. Berdasarkan data Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi) hingga 8 Juli 2010 korban akibat ledakan elpiji adalah 189 orang (Harian Republika ,22 Juli 2010)

Kesalahan pada rakyat?
Agaknya sudah menjadi budaya dalam negeri ini, jika satu kebijakan muncul dari pemerintah, selalu saja rakyat yang dipersalahkan. Pemerintah tidak memandang rakyat sebagai korban dari kebijakan yang dikeluarkan pemerintah. Dalam rapat dengar pendapat umum dengan Komisi VII DPR, Agung Laksono, yang juga Koordinator Tim Investigasi Pengamanan Penggunaan Gas Elpiji 3 kg mengatakan, ledakan gas bukan berasal dari kebocoran tabung. Penyebab kecelakaan tabung pada umumnya berasal dari perangkat tabung seperti selang, katup, regulator, rubber seal, kompor dan zat pembau yang menyengat. Penyebab lain adalah kurangnya wawasan dan pengetahuan masyarakat, adanya praktek ilegal serta kondisi lingkungan yang tidak aman.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Darwin Zahedi Saleh malah menuding kurangnya sosialisasi sebagai penyebab dibalik ledakan tabung gas.
Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) juga menolak jika Pertamina yang disalahkan dalam kasus ledakan gas. Dia malah mengungkap tabung-tabung gas LPG tiga kilogram yang beredar di masyarakat adalah tabung palsu. Itu akibat PT Pertamina sebagai produsen gas tidak mungkin menambah jumlah tabung yang beredar sesuai ketentuan yang digariskan pemerintah.

Bahkan, Sekretaris Kementerian BUMN Said Didu menduga ada pihak-pihak yang sengaja memproduksi tabung gas tanpa sepengetahuan pihak terkait. Dugaan itu didasarkan pada banyaknya perusahaan yang tiba-tiba memproduksi tabung gas dan membentuk asosiasi karena nilainya triliunan rupiah. Pertamina, hanya membeli dari perusahaan yang direkomendasikan. Pertamina tak mungkin memproduksi tabung melebihi jumlah yang dibolehkan pemerintah karena hanya memproduksi untuk dibagikan secara gratis.

Kebijakan yang pincang
Dana yang diharapkan dari kebijakan konversi energi dari minyak tanah ke gas diharapkan dihemat pemerintah bisa mencapai Rp30 triliun. Kebijakan ini tentu akan menghemat APBN. Namun, kebijakan konversi energi ini jelas belum dipersiapkan secara matang dan terkesan tergesa-gesa.

Badan Standarisasi Nasional (BSN) menduga karena selang dan regulator yang tidak dalam kondisi baik, karena masa pakainya terlewati. Banyaknya perangkat elpiji tiga kilogram tidak memenuhi syarat mutu Standar Nasional Indonesia (SNI). Terlihat dari temuan BSN pada survei pada lima provinsi pada 2008, yang menemukan tidak terpenuhinya syarat mutu itu pada selang (100 persen), katup tabung (66 persen), kompor gas (50 persen), regulator (20 persen), tabung (7 persen)

Hitungan matematis dan tidak dipersiapkan dengan baik jelas menjadi pertimbangan utama pemerintah ketika kebijakan konversi ini digulirkan. Beberapa indikasi dari persoalan ini dapat disebutkan.

Pertama, analisis sosial, terutama dampak sosialnya terhadap kebijakan konversi belum menjadi pertimbangan utama yang dikaji di dalam menerapkan kebijakan konversi itu. Ketidaksiapan masyarakat untuk menggunakan tabung gas, terpaksa harus dipaksakan oleh pemerintah untuk menjalankan kebijakan tersebut. Dalam tatanan praktik dari penggunaan tabung gas, masyarakat hanya jadi ”kelinci percobaan” kebijakan pemerintah.

Akibatnya, tabung gas hanya menjadi teror yang masuk langsung ke rumah-rumah mereka. Sementara pemerintah hanya lempar batu sembunyi tangan jika terjadi ledakan dari tabung gas tersebut. Kebijakan yang hanya “mengejar proyek” untuk mendapatkan keuntungan bagi sekelompok orang, lebih diutamakan.

Kedua, pemerintah tidak melibatkan lembaga terkait dengan penggunaan teknologi, misalnya perguruan tinggi. Menjadi persoalan kita, apakah kita tidak mampu menghasilkan tabung yang berkualitas baik yang aman digunakan oleh masyarakat? Padahal kita memiliki banyak sarjana teknik yang mampu untuk membuat tabung yang berkualitas tinggi. Lembaga-lembaga perguruan tinggi yang punya kemampuan SDM dan teknologi untuk menghasilkan tabung gas dengan kualitas baik seakan hanya dijadikan penonton.

Ketiga, jaringan pengaman terhadap dampak dari kebijakan konversi itu tidak dipersiapkan dengan baik. Proses pengawasan tidak berjalan dengan baik Akibatnya, saling tuduh siapa yang salah dan mencari kambing hitam terhadap kebijakan itu seolah menjadi senjata ampuh untuk tidak mempertangungjawabkan kebijakan tersebut.

Kesimpulan
Kebijakan konversi energi dari minyak tanah kepada gas yang dilakukan oleh pemerintah dengan melihat korban teror dari ledakan gas jelas harus ditinjau ulang. Pemerintah harus bertangungjawab dari kebijakan tersebut dan tidak menyalahkan rakyat. Rakyat sekali hanya menjadi korban.

Jika kebijakan ini tidak ditinjau ulang dan pemerintah tidak bertangungjawab terhadap kebijakan tersebut, teror itu akan terus masuk dalam rumah kita, akan menghancurkan generasi kita


Penulis adalah Guru Besar USU

http://www.waspada.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=132881:teror-ledakan-gas-elpiji&catid=25:artikel&Itemid=44



Untuk menghindari ledakan pada tabung gas elpiji berikut ada beberapa tips:
  1. Pilih tabung gas yang fisiknya bagus/tidak penyok/tidak banyak berkarat dan bertulisan SNI
  2. Gunakan peralatan aksesoris gas elpiji yang sesuai standart SNI
  3. Saat memasang aksesoris pastikan sudah melekat dengan benar dan tidak goyang
  4. Sebaiknya periksa apakah ada bau gas bocor sebelum menyalakan kompor
  5. Jika mencium bau gas yang menyengat jangan menyalakan api / menyalakan saklar lampu, lebih baik gunakan senter atau cahaya handphone untuk memeriksa kebocoran gas
  6. Untuk mengecek kebocoran tabung elpiji tersebut dengan cara merendam tabung elpiji ke dalam bak air. Lihat apakah ada gelembung atau tidak
  7. Jika mendapatkan tabung gas yang bocor dan tidak berlabel SNI laporkan pada Kepolisian setempat, biasanya akan diproses ke Kantor Disperindag dan Pertamina

Tidak ada komentar:

Posting Komentar